Kita semua tahu bahwa salah satu tujuan negara Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah untuk 'MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA'. Di era reformasi ini pemerintah telah menetapkan pendidikan adalah hal yang perlu ditingkatkan dalam rangka menciptakan SDM yang berkualitas.Perwujudan konkrit dari apa yang dijanjikan pemerintah itu dapat kita ketahui bahwa anggaran yang ditetapkan dalam pendidikan mencapai 20%dari APBN.Pemerintah menggunakan dana itu untuk membiayai dana BOS, peningkatan taraf hidup pengajar,serta melakukan kegiatan tahunan yang rutin dilaksanakan yaitu ujian nasional.
Di satu kesempatan Mendiknas mengatakan bahwa dengan adanya Ujian Nasional maka akan ada standart pendidikan. Jika itu tidak ada maka akan sulit bagi pemerintah mendorong lembaga pendidikan untuk maju secara terus menerus.
Ujian Nasional bagaimana pun dianggap penting. Beliau juga mengatakan bahwa sejak zaman Penjajahan Belanda, ujian negara itu sudah diselenggarakan. Orang-orang yang pintar biasanya lulus ujian, dan sebaliknya yang tidak pintar tidak lulus. Sikap orang tua dulu dalam menyikapi hasil ujian anak-anaknya tidak seperti sekarang. Ketika anaknya tidak lulus, menyikapinya secara tidak berlebihan. Orang tua menganggapnya bahwa anaknya masih memiliki kekurangan, sehingga perlu ditingkatkan kemampuannya. Sekarang keadaannya tidak seperti itu. Jika ada anak tidak lulus, kemudian mereka stress maka orang tuanya ikut-ikutan stress.
Prof. Syafri juga menceritakan, tidak banyak anak-anak bisa lulus ujian negara di zaman Berlanda. Dia mengetahui R.A Kartini dan Agus Salim termasuk yang sedikit itu, lulus ujian negara di zaman Belanda. Kemudian R.A.Kartini, karena dianggap pintar, lulus ujian negara ditawari untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Tawaran itu ia tolak, dengan alasan bahwa tidak mungkin tradisi Jawa ketika itu, mengizinkan anak perempuan pergi ke negeri orang ------Belanda, untuk sekolah.
Selanjutnya, R.A.Kartini mengusulkan agar kesempatan itu diberikan saja pada Agus Salim yang juga sama-sama pintar dan lulus ujian negara. Tetapi usulan R.A. Kartini itu ternyata ditolak oleh Belanda. Akhirnya Agus Salim belajar sendiri dengan cara yang bisa ia lakukan. Tetapi akhirnya dengan keuletan dan kegigihannya, Agus Salim berhasil berkembang hingga menjadi tokoh nasional, hingga sejarah hidupnya dikenal oleh banyak orang sampai sekarang.
Selain itu juga ia menceritakan tentang sejarah ujian Negara. Sejak merdeka hingga sekarang pun ujian negara selalu diselenggarakan oleh pemerintah. Selama ini tidak ada masalah dengan ujian Negara. Para anak-anak dan orang tua juga menjadi bangga tatkala lulus ujian. Mereka yang tidak lulus saja yang merasa kecewa. Itu oleh Prof. Syafri Sairin dianggap biasa. Tetapi jangan kemudian kebijakan itu dihilangkan hanya untuk menghindari kekecewaan orang yang tidak lulus itu.
Ketika itu saya lantas juga mengungkapkan pandangan Bupati Bojonegoro. Bahwa UN menurut kepala daerah itu perlu. Bahkan tidak saja UN tetapi juga berbagai ujian lainnya. Hidup ini sendiri juga ujian. Seseorang akan dianggap hebat dan bahkan menjadi jago, setelah yang bersangkutan lulus dalam berbagai ujian. Ujian seharusnya dianggap sebagai tantangan yang harus dijawab. Orang menjadi kokoh atau kuat jika selalu berhasil dalam menghadapi tantangan. Tidak semestinya orang lari dari tantangan. Mendengar cerita saya tersebut, Prof. Syafri Sairin menyetujui semuanya.
Berangkat dari sejarah ujian negara yang saat ini disebut dengan istilah Ujian Nasional, dan juga berbagai pandangan itu, Guru Besar Antropologi UGM mempertegas bahwa sesungguhnya UN masih perlu. Jika di sana sini penyelenggaraannya terdapat kekurangan, maka perlu disempurnakan. Bukan kemudian malah dihilangkan sama sekali. Pemerintah selama ini telah berusaha mencukupi biaya pendidikan. Atas dasar itu seharusnya pemerintah harus tahu, sejauh mana hasil kegiatan itu, dan demikian pula rakyatnya secara keseluruhan. Informasi tentang kemajuan hasil pendidikan, di antaranya akan diperoleh melalui ujian negara atau ujian nasional.
Pro dan kontra tentang pelaksanaan ujian nasional , di alam demokrasi seperti sekarang ini adalah wajar. Akan tetapi pemerintah tidak boleh mengikuti keinginan sementara orang yang tidak merasa berkepentingan dan tidak akan ikut dimintai tanggung jawabnya. Jika kebijakan itu sudah didasarkan atas alasan dan logika yang kokoh, serta kepentingan yang jelas, maka tidak perlu disikapi dengan ragu-ragu. Kebijakan itu sudah sejas, baik dari sejarah maupun pemikiran yang mendasarinya. Bahkan UN dipandang sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas pendidikan secara terus menerus.
Para Rektor yang hadir dalam pertemuan itu, tidak ada satupun yang mengungkapkan bahwa UN tidak perlu. Semua Rektor PTN menganggap bahwa ujian nasional penting dan mereka mendukung kebijakan Menteri Pendidikan Nasional itu. Hanya memeng di antara mereka (Rektor) belum sepakat jika UN dijadikan dasar penerimaan mahasiswa baru. Sebab, antara UN dan ujian penerimaan mahasiswa baru, keduanya memang berbeda. UN sifatnya adalah evaluative, sedangkan ujian penerimaan mahasiswa baru lebih dimaksudkan sebagai seleksi.
Sabtu, 01 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar